
yang kuingat adalah kelas-kelas yang dingin dan gelap, dan lorong yang panjang, tegel warna hitam kelam, kisi-kisi yang panjang keatas, dengan atap model Belanda, beberapa pucuk tanaman, kayu yang kokoh, sebuah selasar, dan 'ruang rahasia', ayah mengajar dalam kelas, sekejab ada gelak tawa dari anak-anak, ayah menirukan cara bebek berjalan, lalu bercerita tentang nabi-nabi, bahasa Inggris dengan diktat lama diatas kertas buram, dicetak sendiri oleh Ayah, dibantu anak-anaknya dengan imbalan 200 rupiah untuk anak yang besar, dan 100 rupiah untuk anak yang kecil, dengan uang itu kami membeli es krim 50 rupiah, dan wafer Roma 50 rupiah, cukup untuk anak seusiaku, tidak seperti anak jaman sekarang, karena Ayah cinta kami, dia sering mencium pipi kami, tidak enak karena terasa kasar kumisnya, dipangkuan ayah setelah selesai sholat, lalu salim tangan Ayah, dan belajar bersama, buatku cukup sekotak krayon dan pensil warna, serta kertas bawaan dari STM Ayah, diantara map lusuhnya yang selalu terikat dijepitan sepeda motor bebek merah, sempat mengantarkan aku selalu ke sekolah selama 4 tahunan di SD Ciptomulyo, sebelum Ayah meninggal, dalam kenangan kayu-kayu yang bersenyawa dengan dingin, tegel sekolah STM dan bambu yang berisi celengan uang Ayah untuk pergi haji, belum sempat haji sudah pergi, rasanya masih kemarin Ayah...
0 件のコメント:
コメントを投稿