Lampu-lampu gemerlap.
Oleh kami hanyalah ilusi, yang senang dilewati,
tanpa berharap, tanpa ingin.
Lampu penebar umpan, serangga bersorakan,
sekedar ingin menempel, pada gemerlap riang kemalaman.
Tante adik dan remaja putri, ayah-ayah yang menenteng keranjang, sibuk meniti kisi-kisi rak putih, yang tidak menunjukkan apa-apa.
Hanya merek yang terlalu riuh, ramai.
Seramai hati mereka, mendamba lampu-lampu.
Barangkali untuk ikut bersorak, karena orang bersorak saat gembira.
Membunuh hati sedih, ditinggal hidup kearah hilir,
yang penuh sampah dan gerobakan.
Debu, jelaga, plastik sisa tahu dan ikan bandeng,
amis berbau nanar menjebak.
Jalan yang rusak tak terhingga.
Lambdha.
Hingga ke bintang-bintang bertanya,
mengapa siang begitu terik dan malam begitu riuh,
dan mengapa debu-debu selalu menyempil, mengupil.
Tahi bebek sudah melebur bersama tumpahan sayur 3 hari lalu.
Masih kian berdebu bercampur dengan serempetan sandal-sandal.
Kadang naik hingga mata kaki,
dan dibasuh dengan wudhu-wudhu.
0 件のコメント:
コメントを投稿